Thursday, April 10, 2008

Etika Perampingan Perusahaan

Sekilas ketika kita membaca artikel ini, muncul kesan bahwa penulisnya, John Orlando, berada pada posisi netral di antara para pendukung dan penentang downsizing (perampingan) perusahaan. Kesan itu terlihat dari tulisannya yang mengulas baik penentang maupun pendukung tindakan downsizing dalam perusahaan. Namun ketika kita perhatikan dengan seksama, sebenarnya Orlando tidaklah pada posisi netral, tetapi ia termasuk dalam kelompok penentang downsizing. Itu terlihat ketika ia menguraikan argumen para pendukung downsizing ini. Dalam menjelaskan argumen para pendukung, sebenarnya ia juga menyelipkan argumennya sendiri yang menentang argumen mereka itu. Lebih jelasnya, berikut uraiannya.

I. Argumen yang mendukung downsizing dan kritik atas argumen tersebut.

a. Hak milik (property right)
Secara alamiah dinyatakan bahwa pemilik yang sah atas sesuatu memiliki hak milik atasnya. Dan dalam konteks perusahaan, para pemegang saham adalah orang yang memiliki hak milik itu. Akan tetapi, apakah hal itu lantas membuat para pemegang saham lebih utama dari yang lain, seperti para pekerja?

Jawaban Orlando adalah “tidak”. Investasi mereka dalam perusahaan tidak lantas membuat mereka harus didahulukan. Harus dibedakan dalam hal ini antara hak guna dan hak laba. Hak guna memang ada pada pemegang saham. Merekalah yang dari awal memilikinya. Akan tetapi hak akan laba adalah berbeda. Laba adalah hasil kerja bersama seluruh komponen perusahaan. Karenanya tidak benar kalau pemegang saham harus didahulukan.

b. Stockholder adalah yang pertama.
Biasa dipahami bahwa para stockholder atau para pemegang saham memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari para karyawan. Hal itu dapat dilihat dari sikap banyak manajer perusahaan yang lebih mendahulukan kepentingan para pemegang saham daripada para karyawan.

Tetapi, bagi Orlando, hal itu tidaklah benar. Baik para pemegang saham maupun para pekerja menduduki posisi yang sejajar dalam sebuah perusahaan. Terdapat equalitas antara stockholder dengan employees. Memang para pemegang saham telah memberikan tugas kepercayaan kepada para manajer, akan tetapi tugas kepercayaan ini hanyalah penamaan bagi sebuah kewajiban manajer terhadap pemegang saham, dan bukan berarti sebuah tugas untuk mendahulukan kepentingan para pemegang saham. Bukti sejarah menunjukkan bahwa keseimbangan yang harus ada dalam tugas manager ini telah mendapat pengakuan dan perlindungan, seperti peraturan pengadilan tahun 1741 dalam buku The Charitable Corporation. Karenanya, tugas kepercayaan harus diartikan sebagai kewajiban untuk tidak mendahulukan kepentingan pribadi melawan kepentingan pemegang saham.

c. Resiko
Argumen ini diambil Orlando dari Ian Maitland. Bahwa para pemegang saham telah mengambil resiko dengan menanamkan sahamnya pada perusahaan itu. Maka wajar apabila mereka mendapat kompensasi yang lebih tinggi daripada pihak-pihak lainnya. Tetapi, menurut Orlando, perlu diketahui bahwa resiko tidak hanya ada pada pemegang saham. Sejak awal para pekerja juga telah menanggung resiko yang sama beratnya. Para pekerja ini telah beresiko kehilangan pendapatan potensial yang mungkin akan didapatkannya dari peluang-peluang yang lain. Maka mengabaikan peluang lain dan menjatuhkan pilihannya pada suatu perusahaan, juga merupakan resiko yang sama beratnya dengan resiko dari para pemegang saham. Demikian juga bekerja pada perusahaan yang sekarang tetap akan menimbulkan resiko bagi diri dan masalah lainnya yang terkait.

d. Kontrak
Kontrak adalah pilihan bebas dalam perjanjian bisnis. Di sini terjadi kontrak antara para pekerja di satu sisi dan pemilik perusahaan di sisi lain. Kontrak ini membentuk kewajiban bagi masing-masing pihak yang terikat dalam pejanjian. Maka, kalau terjadi perampingan dan hal itu kelihatan sudah sesuai dengan kontrak, apa salahnya?

Kesalahan terletak pada keadaan yang melingkupi kontrak itu. Kontrak mengandaikan kesamaan posisi tawar antara pekerja dan pihak perusahaan. Akan tetapi yang terjadi adalah bahwa para pekerja yang membutuhkan pekerjaan lebih banyak daripada perusahaan yang membutuhkan pekerja. Sehingga para pekerja tidak memiliki pilihan bebas lagi yang mengakibatkan daya tawarnya menjadi lemah. Hal itu membuat pihak perusahaan dengan seenaknya sendiri memperlakukan para pekerja.

e. Publik vs privat
Argumen ini berasal dari M. Friedman. Ia menolak bahwa perusahaan bertanggungjawab kepada selain pemegang saham. Bahwa uang perusahaan adalah uang pemegang saham, karenanya uang yang dipercayakan itu harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Begitu juga keharusan untuk terlibat dalam aksi-aksi sosial akan bertentangan dengan tujuan perusahaan. Karena perusahaan adalah milik privat, bukan milik umum, sehingga tidak memiliki kewajiban publik kepada pihak luar.

Keduanya adalah tidak benar. Memang uang itu adalah milik pemegang saham. Akan tetapi mereka dapat menarik kembali modalnya sebelum terkena pajak. Dan keikutsertaan dalam amal sosial justru akan menguntungkan dan mengamankan kepentingan perusahaan dalam jangka panjang.

II. Argumen yang menentang downsizing

a. Membahayakan sedikit orang demi keuntungan banyak orang
Orlando berusaha membuktikan bahwa praktek downsizing ini telah gagal dan tidak dapat dibenarkan secara moral. Pertimbangannya, selain pertimbangan yang di atas, adalah bahwa praktek ini telah membahayakan, paling tidak merugikan, sedikit orang untuk memberikan keuntungan kepada banyak orang. Dan sebenarnya keuntungan yang yang didapat oleh banyak orang itu sangatlah kecil, tidak sebanding dengan bahaya besar yang diterima oleh orang yang diberhentikan.

Para pekerja ini harus kehilangan pekerjaan yang merupakan satu-satunya sumber penghasilan baginya. Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak angka bunuh diri yang disebabkan oleh tindakan downsizing ini. Sedangkan para pemegang saham sebenarnya hanya mendapat keuntungan yang kecil dari tindakan ini, apalagi kalau keuntungan itu masih harus dibagi lagi dengan para pemegang saham yang lain. Ini jelas ketimpangan yang sangat lebar. Apalagi kalau downsizing dilakukan hanya karena suatu pemberitaan bahwa tindakan ini akan disambut baik oleh pasar.

b. Harapan yang terlegitimasi
Argumen ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap orang telah membuat rencana berkenaan dengan masa depannya. Begitu pula para pekerja. Ketika mereka telah masuk dan bekerja dalam perusahaan, mereka akan membuat rencana di masa depannya dengan hasil kerjanya itu. Harapan itu biasanya berkenaan dengan hal-hal yang lebih mendasar seperti kesejahteraan diri dan keluarganya. Akan tetapi ketika ia diberhentikan, maka harapan yang telah ia rencanakan itu musnah sudah.

Di pihak lain, para pemegang saham juga telah mengetahui bahwa pasar tidak stabil dan selalu berubah. Namun ia toh tetap berinvestasi. Maka menjadi tidak adil kalau para pekerja hancur masa depannya karena diberhentikan dari bekerja, sedangkankan para pemegang saham dapat enak-enakan menikmati masa depannya yang telah ia rencanakan.

c. Kejujuran
Ide dasar argumen ini adalah bahwa seseorang tidak berhak mendapat penghargaan ataupun hukuman atas apa yang tidak menjadi tanggung-jawabnya. Termasuk yang tidak menjadi tanggung-jawabnya itu adalah apa yang berhubungan dengan faktor genetik dan institusi sosial di mana ia hidup.

Diterapkan dalam perusahaan, para pekerja yang kehilangan pekerjaannya itu diberhentikan bukan karena kegagalan dalam diri mereka sendiri, akan tetapi seringkali karena kesalahan manajemen perusahaan. Maka tidak adil kalau hukuman untuk kesalahan manajemen harus ditanggung oleh para pekerja. Sedangkan perusahaan sendiri tidak melakukan penyelidikan tentang performa pekerja. Sehingga manajemenlah yang diuntungkan karena tidak tersentuh tindakan downsizing.

Di pihak lain, para pemegang saham tidak ikut campur dalam urusan perusahaan. Mereka hanya memberikan kepercayaan kepada pihak manajemen. Lalu bagaimana mereka bisa mendapatkan keuntungan dari tindakan downsizing ini?

III. Penutup

Manajer bisnis harus terlebih dahulu menguji keadaan aktual shareholder, para pekerja, dan juga perusahaan, untuk memastikan bahwa keputusan untuk melakukan downsizing dibenarkan secara moral. Ia tidak boleh begitu saja memberi prioritas utama kepada shareholder/pemegang saham. Karena perusahaan juga memiliki tanggung jawab sosial di samping tanggung jawab terhadap shareholder sendiri. Sebuah tindakan perampingan yang dilakukan untuk mencegah ruginya perusahaan hanya dapat dibenarkan jika memang perusahaan itu hanya dapat diselamatkan dengan menutup cabangnya. Akan tetapi perampingan yang dilakukan demi untung memerlukan analisis yang mendalam berkenaan dengan kerugian dan keuntungan semua pihak yang terkait.

Akhirnya, sekarang ini para investor sering menempatkan investasi mereka di banyak perusahaan yang berbeda. Sehingga kerugian yang dialaminya dalam satu perusahaan hanyalah kerugian kecil dari seluruh kekayaannya. Hal ini berarti tindakan perampingan menyebabkan kerugian besar bagi sedikit orang untuk memberi sedikit keuntungan bagi banyak orang.

Lalu, kenapa komunitas filosofis seakan tidak mengindahkan masalah downsizing ini? Mungkin saja hal itu karena persepsi bahwa penentangan terhadap downsizing akan melukai jantung pasar bebas, dan dianggap hanya sebagai emanasi dari marxisme atau sistem filsafat lainnya yang telah usang.

No comments: