Thursday, April 10, 2008

Hijrah Nabi Muhammad

Beberapa ayat al-Qur’an telah turun dan memerintahkan Nabi Muhammad untuk secara terang-terangan mendakwahkan apa yang telah diterimanya dari Tuhannya. Ajarannya yang hanya mengakui satu Tuhan dan tidak memberi tempat bagi dewa-dewi yang sebelumnya dipuja hampir semua masyarakatnya membuat Nabi Muhammad harus berhadapan dengan mereka.

Sebagian orang Quraisy yang berkuasa mulai berkampanye untuk menyingkirkan Muhammad. Dia dianggap sebagai ateis dan ingkar terhadap ajaran nenek moyang. Seorang utusan mendekati Abu Thalib, pemuka klan setelah kematian kakek Muhammad, Abdul Muthalib, dan memintanya untuk mencabut perlindungan terhadap Muhammad yang diberikan oleh klannya. Sistem klan adalah dasar yang kuat pada zaman itu. Tak seorang pun dapat hidup tanpa perlindungan dari sebuah klan.

Hal ini merupakan permasalahan yang dilematis bagi Abu Thalib. Di satu pihak, dia tidak ingin membuat masalah dengan klan-klan yang ada. Tetapi di fihak yang lain, dia juga tidak mau menjadi pemimpin yang gagal karena tidak dapat memberikan perlindungan terhadap anggotanya, bahkan keponakan sendiri yang dikasihi. Dan pilihan yang diambil oleh Abu Thalib adalah tetap berkeras untuk tidak menyerahkan Muhammad kepada mereka.

Dan selama Abu Thalib masih ada, tidak seorang pun dapat menyingkirkan Muhammad. Tetapi tidak demikian dengan para pengikut Muhammad yang sebagian besar adalah dari lapisan bawah, budak misalnya. Mereka mendapatkan perlakuan yang kejam tiada tara dari para majikannya lantaran mengikuti keimanan Muhammad. Bilal, budak hitam yang dibebaskan Abu Bakar karena dilihatnya sedang dijemur di bawah sinar matahari di atas sebuah batu oleh majikannya, Ummayah, adalah contoh yang sering ditunjuk berkenaan dengan kekejaman musuh-musuh Muhammad.

Karenanya, Muhammad meminta Negus, pemimpin Abyssinia Kristen, untuk menerima kedatangan rombongan Muslim dari makah ke negerinya. Tahun 616 M. sekitar 83 Muslim meninggalkan Makah bersama keluarga menuju Abyssinia. Di antara mereka adalah Utsman bin Affan, khalifah ketiga setelah wafatnya Muhammad. Diterimanya para emigran oleh raja Negus tentu mengancam keberlangsungan hidup suku Quraisy. Karenanya, suku ini mengirimkan dua utusan ke Negus untuk memintanya memulangkan para pengacau ini.

Di depan Negus, masing-masing wakil dari kelompok Muslim dan Quraisy memberikan argumennya. Wakil dari Quraisy mengatakan bahwa para emigran ini adalah pengacau masyarakat dan pengutuk agama nenek moyang mereka. Adapun Ja’far, wakil dari kelompok Muslim, mengatakan bahwa Muhammad hanyalah seorang nabi, sebagaimana Yesus, yang diutus oleh Tuhan kepada umatnya. Dia membacakan surat Maryam, salah satu surat dalam al-Qur’an, kepada orang-orang yang hadir. Bacaan Ja’far ini telah membuat Negus terharu dan menangis, sehingga air matanya bercucuran. Negus menolak permintaan utusan dari Quraisy dan membiarkan kelompok Muslim ini menjalankan keimanan mereka di negeri yang baru ini.

Semakin bertambah banyaknya para pengikut Muhammad, meski berbagai usaha pencegahan telah dilakukan, membuat musuh-musuh Muhammad semakin agresif pula. Abu Jahl, musuh Muhammad dari klannya sendiri, mencari dukungan dari klan-klan lain untuk memboikot klan Hasyim dan Muthalib. Dengan didapatkannya dukungan pemboikotan dari klan-klan ini, maka tak seorang pun dapat menikah atau berdagang dengan dua klan tersebut. Dengan demikian, akses makanan terhadap mereka menjadi terputus.

Pemboikotan ini membuat semua anggota klan Hasyim dan Muthalib, baik yang Muslim maupun tidak, pindah ke jalan milik Abu Thalib, yang menjadi kampung minoritas. Meski demikian, larangan ini juga kurang populer, karena banyak orang-orang dari klan lain yang memiliki hubungan saudara dengan dua klan tersebut tetap menjalin hubungan dan mengirimi mereka makanan. Setelah dua tahun berlangsung, keadaan semakin agak membaik, dan kampanye untuk menghentikan boikot semakin kuat. Dan akhirnya larangan yang tergantung pada Ka’bah yang akan dicabut ternyata sudah tidak ada karena sudah habis dimakan ulat kecuali kalimat “Dalam nama-Mu ya Allah.”

Tahun 619 M. adalah tahun kesedihan bagi Muhammad. Khadijah meninggal segera setelah habisnya masa pemboikotan. Dia adalah istri sekaligus teman terdekat Muhammad. Tak seorangpun dapat menggantikan posisinya setelah kematiannya. Dia dikenal sebagai hartawan yang banyak memberikan hartanya untuk dakwah suaminya. Dialah orang yang memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa sewaktu Muhammad menerima wahyu yang pertama kalinya. Dia disebut sebagai orang pertama yang masuk Islam dari kelompok wanita.

Namun kesedihan semakin bertambah dengan wafatnya Abu Thalib, yang ternyata belum masuk Islam, tak lama setelah wafatnya Khadijah. Dengan demikian, benteng perlindungan Muhammad nyaris runtuh. Orang-orang yang selama ini tidak berani mengganggunya lantaran masih adanya perlindungan dari Abu Thalib, sekarang semakin bebas untuk melancarkan gangguan dan serangannya.

Diceritakan, banyak orang sudah mulai terbiasa melempari Muhammad dengan kotoran onta dan usus domba. Mereka sering mengganggunya ketika dia sedang melakukan shalat. Dia semakin juga sering dilempari kotoran ketika sedang berjalan. Hal ini juga berpengaruh terhadap para pengikut-pengikutnya. Mereka juga mendapatkan perlakuuan yang tidak kalah mengenaskan darinya.

Mungkin karena putus asa, Muhammad pergi ke Thaif, sebuah kota perdagangan sebagaimana Makah, di mana beberapa anggota keluarga Abdi Syams dan Hasyim memiliki tempat tinggal di sana. Dia mengunjungi tiga bersaudara Tsaqif dan memintanya sesuatu yang tentu saja akan ditolaknya, yaitu menerima agama barunya dan memberikan perlindungan terhadapnya. Karena dikejar budak-budak mereka, Muhammad berlindung dikebun milik Utbah bin Rabiah, musuhnya di Makah. Meski demikian, dia mendapat perlakukuan yang baik darinya. Dia kembali ke Makah setelah mendapatkan perlindungan sementara dari keluarga Naufal. Pada saat inilah dia mulai berkhotbah pada peziarah badui yang datang pada musim haji.

Pada waktu-waktu inilah peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi. Ketika sedang tidur di hijr, tempat tertutup di barat daya Ka’bah, dia merasa dibangunkan oleh Jibril. Bersama Jibril, ia naik kuda surgawi yang dinamakan Buraq menuju ke Jerusalem atau Masjidil Aqsha dengan terlebih dahulu mampir ke Bethlehem dan Gunung Tursina, sebagai bentuk pengakuan terhadap kenabian dua orang sebelumnya, Yesus dan Musa. Di Jerusalem, Muhammad melakukan shalat bersama para nabi sebelumnya.

Perjalanan dilanjutkan dengan naik ke atas menembus langit. Di setiap langit dia menjumpai nabi-nabi tertentu yang diutus sebelumnya. Ketika sampai Tahta Ketuhanan, Muhammad mendapatkan perintah shalat 50 kali sehari dari Allah. Kewajiban shalat lima puluh kali ini akhirnya mendapat pengurangan menjadi lima kali sehari setelah bolak-balik menghadap Allah karena nasehat dari Nabi Musa. Dalam tradisi sufi, peristiwa ini dianggap sebagai keberhasilan Muhammad dalam mencapai posisi terdekat dengan Tuhan.

Sebagaimana biasa, pada musim haji tahun 620 Muhammad mendatangi peziarah yang berkemah di Aqabah. Bersama enam orang penyembah berhala dari Yatsrib, ia duduk bersama, menceritakan misinya, dan membacakan al-Qur’an kepada mereka. Kali ini ia mendapat perhatian penuh simpati dari mereka. Mereka yakin bahwa Muhammad adalah nabi yang akan keluar dan yang sering dibicarakan. Bagi mereka, jika Muhammad adalah benar seorang nabi, maka penting untuk mencegah para Yahudi menemukannya terlebih dahulu. Sejak saat itu mereka masuk Islam.

Waktu itu Yatsrib belum merupakan kota sebagaimana Makah, tetapi sebuah perkampungan dengan sebuah oase. Hingga awal abad ke-7, terdapat tiga suku Yahudi utama di sana; Bani Quraidhah, bani Nadhir, dan bani Qainuqa. Ada juga suku lain yaitu Aus dan Khajraj yang keduanya berasal dari Arabia Selatan.

Ketika Muhammad berdakwa kepada enam peziarah dari Yatsrib, sebenarnya mereka tidak terkejut dengan pesan monoteisnya, karena mereka sudah sering medengar hal tersebut dari orang-orang Yahudi Yatsrib. Bahkan, sebagai utusan Allah, Muhammad dipandang akan mampu menjadi pemimpin yang lebih tidak berpihak dibanding Ibn Ubay, pemimpin mereka. Mereka akan kembali lagi tahun depan dengan melaporkan perkembangan agama baru mereka. Mereka yang dari suku kecil Khajraj harus dapat menarik simpati dari suku Aus yang besar.

Pada tahun haji 621, enam pengikut baru dari Yatsrib datang kembali ke Makah dengan membawa tujuh orang, di mana dua di antaranya dari suku Aus. Mereka bertemu Muhammad di Aqabah dan melakukan sumpah resmi (baiat Aqabah pertama) untuk menyembah hanya kepada Allah dan melaksanakan perintahnya. Dan ketika kembali ke Yatsrib, Muhammad mengirim Mush’ab bin Umar untuk mengajarkan al-Qur’an kepada penduduk Yatsrib. Dari Mush’ab inilah banyak orang-orang Yatsrib yang semula tidak simpati terhadap agama baru ini menjadi pemeluknya yang setia.

Agama Islam menyebar dengan cepat di daerah ini. Bahkan di setiap keluarga akan ditemukan seorang Muslim di sana. Dan di tahun 622, sebanyak 73 laki-laki dan 2 perempuan Muslim dari ratusan peziarah meninggalkan Yatsrib menuju Makah. Dalam pertemuan malam di Aqabah, di mana para Muslim ini meninggalkan teman-teman penyembah berhala, mereka berikrar, ”Kami berjanji akan berperang demi kepatuhan mutlak kepada sang Rasul, dalam kesenangan maupun kesedihan, kemudahan atau kesulitan, kami tidak akan berbuat salah lagi, kami akan mengatakan kebenaran setiap waktu, dan kami tidak akan khawatir lagi pada celaan orang dalam beribadah.”

Sekembalinya rombongan ini ke Yatsrib, Muhammad mendorong para pengikutnya untuk melakukan hijrah, migrasi dari Makah ke Yatsrib. Hijrah bukan hanya masalah perubahan geografi, tetapi umat Muslim Makah harus meninggalkan Quraisy dan menerima perlindungan permanen dari suku yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka. Ini adalah hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, bahkan dapat menyinggung perasaan bangsa Arab.

Karenanya, hijrah adalah sesuatu yang menakutkan. Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Meski demikian, Muhammad tidakmengharuskan umat Muslim untuk beremigrasi. Yang tida sanggup diperkenankan untuk tetap tinggal di Makah dan tidak akan dianggap murtad.

Pada bulan Juli-Agustus tahun 622, sekitar tujuh puluh Muslim berangkat ke Madinah, nama lain dari Yatsrib, bersama dengan keluarga mereka. Mereka menumpang di rumah-rumah orang Anshar, Muslim yang dari Madinah, sampai mereka dapat membangun rumah sendiri. Meski orang-orang Quraisy berusaha menghalang-halangi hujrah ini, namun umat Muslim juga tidak kalah cerdik dalam mengelabuhi mereka agar tidak ketahuan dalam berhijrah. Dikisahkan, pintu-pintu rumah mereka membuka dan menutup ditiup angina karena tidak ada penghuninya. Muhammad sendiri bersama Abu Bakar tetap di Makah sampai semuanya pergi.

Setelah pelindung Muhammad, Muth’im, meninggal, para pemuka Quraisy mengadakan pertemuan untuk menghabisi Muhammad. Abu Jahl memberikan usul penyingkiran Muhammad tanpa pertumpahan darah yang akhirnya diterima oleh orang-orang yang hadir. Usul itu adalah bahwa setiap klan akan mengirimkan pemuda terbaiknya untuk mebunuh Muhammad secara bersama-sama. Dengan demikian klan Hasyim tidak akan dapat membalas dendam kepada semua klan yang ada.

Pada suatu malam yang telah ditentukan, segerombolan pemuda pilihan ini mendatangi kediaman Muhammad dan akan membunuhnya. Namun karena ada wanita dan anak kecil di sana, mereka menundanya sampai pagi. Lagi pula Muhammad masih dilihat terbaring di atas ranjangnya. Mereka tidak menyadari bahwa setelah mendengar rencana mereka dari Jibril, Muhammad keluar dan menyuruh Ali, sepupunya, untuk tidur di tempatnya. Sehingga ketika yang didapati hanyalah Ali, mereka langsung menawarkan seratus ekor unta bagi siapa saja yang dapat membawa kembali Muhammad, baik dalam keadaan hidup ataupun mati.

Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa klaim terhadap masyarakat di mana Nabi Muhammad hidup sebagai orang yang bodoh (jahiliyyah) dalam pengetahuan tidaklah benar. Karena dari contoh tersebut kita dapat melihat betapa mereka sangat menghormati eksistensi orang lain dan tidak akan membunuh orang yang tidak menjadi sasarannya.

Muhammad sudah pergi bersama Abu Bakar menuju sebua gua di luar Makah dan bersembunyi di sana selama tiga hari. Beberapa kerabat mengirimi mereka makanan. Sebenarnya, para pencari pun telah sampai ke tempat itu, namun sebuah mukjijat telah datang. Hanya dalam semalam, sebuah pohon akasia telah tumbuh, dan di mulut gua telah bersarang seekor merpati, dan mulut gua telah dipenuhi dengan jaring laba-laba; suatu tanda yang menunjukkan bahwa di dalamnya tidak akan ada orang yang baru saja masuk.

Setelah dirasa aman, mereka melanjutkan perjalanan dengan naik anta yang baru dibeli dari Abu Bakar, Qaswa. Dan untuk sampai Madinah, mereka harus menempuh perjalanan yang panjang dan berkelok-kelok untuk menghilangkan jejak. Setelah sampai Quba, daerah sebelum Madinah, mereka tinggal selama tiga hari dan membangun masjid Islam pertama di sana, Masjid Quba.

Setelah sampai Madinah, untuk menghilangkan kesan pilih kasih, Muhammad tidak turun dari Qaswa sampai onta itu berhenti dengan sendirinya. Di kebun dua anak yatim onta itu berhenti dan di sanalah Muhammad akan memulai hidup barunya di Madinah.

Langkah pertama yang disebut telah dilakukan Muhammad di Madinah adalah mendirikan Masjid Nabawi. Di sini semua orang baik dari Muhajirin maupun Anshar bekerja sama dalam mendirikan rumah Allah itu. Dan di sebelah masjid ini Muhammad tinggal.

Yang kedua adalah mempererat persaudaraan kaum muslim, yaitu dengan mempersaudarakan kaum Anshar dengan kaum Muhajirin. Kaum Muhajirin yang jauh-jauh datang dari Makah dengan tidak membawa apa-apa, oleh Muhammad dipersaudarakan dengan orang Anshar. Meski hubungan ini baru dan tidak ada ikatan darah sebelumnya, namun mereka diharuskan untuk saling berbagi, bahkan harta seorang Anshar harus dibagi dua dengan saudaranya dari Muhajirin.

Yang ketiga, untuk memantapkan dan menjamin keamanan dengan masyarakat Madinah, Muhammad mengadakan perjanjian dengan orang-orang Yahudi. Bahwa semua suku harus menguburkan semua rasa benci dan membentuk satu umat dan saling melengkapi. Dokumen yang disebut sebagai Piagam Madinah ini sampai sekarang sering disebut-sebut sebagai dasar hak-hak asasi manusia modern.

Sampai di sini Islam dituduh sebagai agama yang memecah belah masyarakat. Muhammad dituduh telah mencuri anak-anak dari orang tuanya. Tetapi setelah ikatan-ikatan kuno telah dicabut, suku Quraisy, Aus, dan Khajraj membentuk umat yang satu. Sehingga Islam menjadi kekuatan pemersatu, bukan pemecah belah lagi.

Seperti suku, umat adalah dunia tersendiri, satu komunitas di luar manusia lainnya, namun tetap dapat membuat persahabatan dengan suku-suku lain dengan cara konvensional. Kesatuan umat adalah cermin dari kesatuan dengan Tuhan. Tak ada ikatan darah, tak ada kesetiaan suku, semua harus menjaga kerukunan umat: sesama Muslim tak boleh saling berkelahi, apapun sukunya.

Meski demikian, tidak semua orang Madinah yang masuk Islam adalah murni karena beriman. Beberapa orang munafiq masuk Islam karena ingin mendapatkan kedudukan dan kehormatan. Dan beberapa yang lain tetap tidak puas dengan Islam, karena dengan masuknya ke dalam Islam, berarti kedudukan mereka terancam. Abdullah bin Ubay, calon terkuat pemimpin Madinah, tidak menjadi pemimpin Madinah karena kedatangan Muhammad. Karenanya dia menjadi pemimpin orang-orang munafiq ini.

Setelah melalui berbagai konflik dengan Yahudi Madinah, akhirya agama baru ini menyatakan mandiri dan terbebas dari agama tua itu yang ditunjukkan secara simbolis melalui perubahan arah kiblat dalam shalat. Kiblat shalat yang semula menghadap Jerusalem, kini harus diubah dengan menghadap ke Ka’bah. Ketika itu, Muhammad harus membuat jamaah shalatnya berputar dalam menghadap kiblat, karena turunnya wahyu dalam keadan shalat.

Perubahan arah kiblat ini disebut sebagai tanda keagamaan Muhammad yang paling kreatif. Dalam menghadap Makah, kaum Muslim secara diam-diam menyatakan bahwa mereka tidak menjadi bagian dari komunitas yang telah mapan, melainkan hanya mengarah kepada Tuhan semata. Dengan mengarah pada Ka’bah yang merdeka dari dua agama terdahulu, umat Islam kembali ke keimanan asal dari seorang manusia yang membangun Ka’bah itu, Ibrahim.

No comments: