Friday, August 6, 2010

Permainan Sepak Bola dan Sepak Bola Mainan

Memperbincangkan sepak bola tidak akan ada habisnya. Ia dapat dikupas dari berbagai sisinya. Strategi, filosofi, keindahan, pelatih dan pemain, perkembangan, ekonomi, nasionalisme, pengaruh, dsb, adalah bagian dari sisi-sisi itu. Semua itu tidak lain menunjukkan bahwa olah raga yang satu ini memang menarik. Ia memiliki pesona yang tidak dimiliki oleh cabang-cabang olah raga lainnya. Hal ini menjadikan sepak bola sebagai olah raga terpopuler di planet ini. Berikut adalah sedikit ulasan tentang cabang olah raga yang konon dapat menghilangkan sekat-sekat etnis, memperkuat rasa nasionalisme, dan ikut menghilangkan rasisme di dunia.

Permainan sepak bola

Sepak bola adalah olah raga yang sekaligus permainan. Dinamakan olah raga karena tujuan awal dari sepak bola – yang konon ditemukan oleh masyarakat Jepang dan dijadikan sebagai cabang olah raga modern oleh orang-orang Inggris – adalah mengolah raga. Mengolah raga berarti mengupayakan raga atau badan agar sehat dan bugar. Namun ia sekaligus adalah permainan, karena di dalam olah raga ini terdapat berbagai aturan dan hukum yang harus dijalankan agar olah raga ini terlihat cantik, menarik, dan enak ditonton. Karena alasan yang terakhir inilah maka kita saksikan peraturan yang ada di sepak bola terus berkembang, dari waktu ke waktu, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Dari yang semula pelanggaran cukup dengan diperingatkan saja berubah dengan dimunculkannya kartu merah dan kuning yang terinspirasi dari lampu lalu lintas; dari yang semula pemain bebas berada di mana saja berubah dengan diberlakukannya aturan off side; sampai dengan isu-isu terkini tentang penggunaan teknologi modern dalam pertandingan.

Sebagai permainan, sepak bola berbeda dari olah raga lain yang bukan permainan. Sebutlah misalnya jogging. Meskipun tujuan awal dari keduanya adalah sama, yakni untuk menyehatkan badan, namun tidak ada peraturan yang ‘njelimet’ di dalam jogging. Anda dapat melakukan jogging dengan gaya dan model apa saja sesuka Anda, dan selama tidak mengganggu orang lain, maka tidak akan ada yang menegur dan badan pun sehat.

Namun sebagai olah raga, sepak bola telah jauh melenceng dari tujuan awalnya. Saat ini hampir mustahil untuk menemukan para pemain sepak bola profesional yang bermain bola murni bertujuan untuk menyehatkan badan. Tujuan dan motif ekonomi mungkin menjadi yang utama dalam cabang olah raga ini, di samping tujuan-tujuan lainnya. Sepak bola telah menjadi sebuah pekerjaan dan para pemainnya menjadi seorang profesional. Apakah ‘penyelewengan’ ini salah? Sama sekali tidak. Bahkan tindakan ini mungkin malah perlu ditiru. Sebagaimana yang diungkapkan oleh banyak pakar, untuk menjadi orang yang sukses, kita dianjurkan untuk menekuni sebuah bidang pekerjaan yang sekaligus merupakan hobi kita. Karena itu, para pemain sepakbola yang menjadikan hobi mereka bermain bola sebagai pekerjaan, adalah contoh orang-orang yang berada di jalur menuju kesuksesan itu. Selain mendapatkan gaji sebagai imbalan dari kerja profesional mereka, mereka juga akan mendapat kebugaran dan kesehatan badan. Lebih dari itu, mereka akan mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan, karena mereka melakukan pekerjaan yang mereka sukai. Dan penyelewengan ini bukanlah monopoli sepakbola saja, namun hampir semua cabang olah raga saat ini telah menjadi ladang pencarian nafkah bagi para pelaku di dalamnya.

Sebagai cabang olah raga, sepak bola – selama dijalankan sesuai dengan aturannya - adalah benar-benar olah raga. Saya katakan ‘benar-benar olah raga’ karena ada beberapa cabang olah raga yang sebenarnya bukan olah raga. Tinju, gulat, dll adalah contohnya. Olah raga warisan jaman purba ini tujuannya bukan untuk mengolah raga, tetapi malah sebaliknya untuk merusak raga. Jika dalam olah raga yang lain nilai dan kemenangan didapat dari sebuah objek yang berada di luar diri para pemain, seperti memasukkan bola ke gawang musuh dalam sepak bola, memasukkan bola ke dalam ranjang dalam basket, adu cepat untuk mencapai batas tertentu dalam lari, dsb, maka dalam olah raga purba ini nilai dan kemenangan didapat dengan melukai dan melumpuhkan lawan. Jika di olah raga lain baik pemenang dan yang kalah sama-sama sehat, maka di olah raga jenis terakhir ini baik pemenang, apalagi yang kalah, sama-sama kesakitan dan menderita. Olah raga semacam ini adalah warisan dari peradaban purba di mana yang berlaku adalah hukum rimba, akal budi belum dihargai, dan manusia dalam kedudukan yang sama dengan binatang. Namun anehnya banyak orang dan negara yang saat ini mengklain sebagai orang dan negara modern dan beradab, menjunjung tinggi HAM, harkat, dan martabat manusia, masih menyukai dan mempraktekkan olah raga ini.

Bahwa bermain sepak bola dapat menyehatkan dan mendatangkan materi, hampir semua orang sudah mengetahui. Tapi lebih dari itu, sepak bola juga bisa mengasah kecerdasan. Orang yang otaknya tidak jalan dipastikan tidak akan bisa memerankan dengan baik tugasnya di lapangan. Sepak bola, seperti olah raga yang lain, memerlukan kecepatan berpikir, kesigapan bertindak, kecerdasan yang tinggi, penguasaan emosi yang mumpuni, dan rasa kebersamaan yang baik. Sulit dibayangkan bahwa orang-orang semacam Cesc Fabregas, Didier Drogba, dll. adalah orang-orang yang bodoh. Bahkan, meski tidak sampai kuliah, mereka memiliki potensi, bakat, dan jiwa kepemimpinan yang hebat yang tidak dimiliki banyak orang-orang berpendidikan resmi yang lain.

Mainan sepak bola

Sebagai olah raga, sepak bola tidak hanya menyehatkan orang-orang yang bermain di atas rumput hijau, tetapi juga ‘menyehatkan’ mereka yang bermain di luar lapangan. Mulai dari penjual makanan dan souvenir, media, sponsor, rumah taruhan, dll. sampai pemilik klub itu sendiri. Di sini, permainan sepak bola di lapangan hanyalah bagian kecil dari gerak permainan besar yang ada di luar lapangan. Sepak bola adalah ‘alam kecil’ dari sebuah ‘alam besar’ yang melingkupinya.

Sepak bola yang awalnya adalah sebuah permainan dan olah raga untuk kesehatan telah direduksi menjadi sebatas mainan oleh kekuatan besar yang ada di luar itu. Permaian di luar ini ada kalanya ikut ‘menyehatkan’ permainan yang ada di dalam lapangan, tapi sering kali juga malah menyakitkan. Kekuatan besar itu bermacam-macam, tapi dapat diringkas menjadi satu entitas: modal. Kekuatan modal inilah yang memiliki kekuatan super dalam menentukan permainan sepak bola selanjutnya.

Di antara kekuatan besar itu adalah pemilik klub. Pemilik klub adalah penyandang dana utama dari sebuah klub. Besar kecilnya klub tergantung dari tebal tipisnya kantung sang pemilik. Klub juga sekaligus ladang uang baginya. Klub, dan juga orang-orang yang ada di dalamnya termasuk para pemain, adalah alat bagi pemilik. Pemilik bebas menentukan siapa pelatih, siapa pemain yang akan direkrut, dan tim seperti apa yang ia inginkan. Pemilik memiliki kekuatan untuk menentukan dan membentuk klub. Karena banyak para pemilik yang sebenarnya tidak suka sepak bola (setidaknya kurang begitu paham dengan sepak bola), maka yang terjadi adalah murni urusan bisnis. Maka di hadapan pemilik, pelatih dan pemain adalah objek, bukan subjek merdeka yang sama kedudukannya. Pemain yang seharusnya berolah raga agar sehat menjadi tidak dapat bermain dan kehilangan haknya karena pemilik klub menumpuk banyak pemain bintang sehingga mengurangi jatah bermainnya. Pemilik tidak lagi perduli dengan perasaan dan pribadi pemain. Yang penting baginya adalah bagaimana agar klub menang, sehingga pemasukan dan laba mengalir. Klub benar-benar menjadi alat produksi bagi pemiliknya.

Namun ada juga klub yang benar-benar menjadi mainan para pemiliknya, mainan dalam arti yang sesungguhnya. Dua dari klub besar Liga Inggris saat ini, Chelsea dan Manchester City adalah contohnya. Chelsea, yang pada awal 2000-an mengalami kesulitan keuangan, dibeli oleh milyarder Rusia keturunan Yahudi, Roman Abramovich, senilai sekitar 3 trilyun rupiah. Dan sejak itu, Roman menggelontorkan beberapa triliyun lagi untuk membesarkan Chelsea. Para pemain hebat didatangkan dengan harga transfer yang tinggi serta gaji selangit, pelatih hebat dihadirkan untuk mengangkat prestasi klub, dan pusat-pusat latihan baru dibangun. Dan tidak percuma, karena dalam sekejab Chelsea telah menjelma menjadi klub besar yang disegani tidak hanya di Inggris, tetapi juga di Eropa. Yang menarik adalah bagaimana mudahnya Roman mengeluarkan pundi-pundi uangnya untuk membiayai klub barunya itu. Banyak pemain yang mahal waktu membelinya, menjadi diobral lantaran kebanyakan stok di klub. Secara bisnis, Roman jelas merugi bahkan sampai trilyunan rupiah. Namun dibanding dengan jumlah keseluruhan kekayaan Roman yang hampir mencapai 200 trilyun rupiah, uang yang ia gelontorkan untuk Chelsea tentu tidak ada apa-apanya. Maka Chelsea benar-benar menjadi mainan dan pelampiasan hobinya Roman.

Hal yang sama terjadi pada Machester City pada tahun lalu dan masih berlanjut sampai tahun ini. City, panggilan klub ini, yang semula adalah klub kecil dan hampir terdegradasi, mendadak menjadi klub papan atas Liga Primer lantaran dibeli Syeikh Mansour bin Zaid an Nahyan, raja aminyak dari Uni Emirat Arab. Semua hutang dia lunasi, pemain-pemain bintang ia datangkan, dan pelatih hebat ia berikan. Dengan belanja pemain tiap tahunnya yang hampir menyentuh angka dua trilyun rupiah, City kini menjadi klub yang penuh sesak dengan para bintang. Bahkan pada bursa transfer musim ini, klub ini akan mengobral banyak bintang yang sudah tidak terpakai lagi di sana. Klub ini benar-benar telah menjadi mainan Syekh Mansour, sekali lagi mainan dalam arti yang sebenarnya, karena uang yang ia keluarkan untuk City tidak akan ada apa-apanya dibandingkan dengan kekayaannya yang konon mencapai 5000 trilyun, puluhan kali kekayaan Roman.

Selain pemilik, kekuatan modal yang juga menentukan jalannya sepak bola adalah perusahaan-perusahaan besar yang berhubungan dengan sepak bola. Bursa taruhan adalah salah-satunya. Jangan bayangkan bursa taruhan di sini seperti taruhan antar kita dengan teman-teman atau judi di pinggir-pinggir jalan. Ia adalah taruhan judi tingkat internasional yang omsetnya mencapai trilyunan rupiah. Dari nilai taruhan yang besar dan ketidakinginan untuk kalah inilah yang membuat para pelakunya berusaha mengubah jalannya pertandingan di tengah lapangan. Dia berusaha mempengaruhi wasit, official, bahkan pelatih dan dan para pemain agar memberikan hasil sebagaimana yang ia harapkan. Dan di setiap penyelenggaraan Piala Dunia, panitia selalu disibukkan dengan permasalahan semacam ini. Kasus Calciopoli di Italia beberapa tahun lalu yang mengganjar Juventus terdegradasi ke Seri B dan menjadikan Inter Milan sebagai juara liga, juga bagian dari kekuatan perusahaan luar yang ikut mengubah jalannya pertandingan. Demikian juga merek-merek besar yang menjadi sponsor utama sebuah kesebelasan, baik timnas maupun klub, juga sering mempengaruhi jalannya pertandingan agar klub yang ia sponsori menjadi juara dan mereknya semakin terkenal.

Penonton juga ikut mempengaruhi jalannya sepak bola. Yang saya maksud bukan penonton di dalam stadion, karena mereka jelas ikut mempengaruhi pertandingan sebagai pemain ke-12. Penonton yang membuat pemain sepak bola tidak sehat adalah penonton yang ada di luar negeri. Banyak pertandingan yang harus dihelat tidak pada waktunya hanya karena untuk menyesuaikan dengan waktu nonton mereka. Demi penonton luar negeri yang telah membayar mahal lewat hak siar itu, para pemain harus berolah raga pada saat teriknya matahari. Lihatlah jadwal pertandingan Piala Dunia. Demi menyesuaikan dengan waktu nonton orang-orang Eropa, jadwal pertandingan Piala Dunia di Afrika Selatan dilaksanakan pada jam satu siang waktu setempat. Bermain sepak bola pada jam-jam seperti itu apakah masih bisa disebut sebagai olah raga? Di sini, para pemain adalah objek, dan orang-orang Eropa dengan segala kekuatan modalnya adalah subjek yang harus dilayani, bahkan oleh saudara-saudara mereka sendiri yang tengah bermain di Afsel. Dan jadwal liga-liga di Eropa juga tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada Piala Dunia di atas.

Dipermainkan sepak bola

Sepak bola adalah olah raga yang paling merakyat. Ia disukai dan dimainkan baik oleh kalangan atas maupun yang bawah. Dari yang tua sampai anak-anak, dan dari laki-laki sampai perempuan, hamper semua menyukai ini. Ia juga olah raga yang murah karena hanya membutuhkan bola dan tanah lapang sebagai medianya, dan bola itupun dapat dibuat dari bahan apa saja yang ada di sekeliling kita.

Namun permainan sepak bola yang merakyat ini hanya terjadi pada orang-orang yang belum menjadi pemain sepak bola profesional. Pada taraf ini, sepak bola benar-benar dihayati sebagai aktivitas untuk mengolah raga. Tapi setelah ia dimainkan oleh para pemain profesional, predikat merakyat ini telah sirna. Ia berubah menjadi olah raga yang elitis. Ia sudah tidak tersentuh dan tidak terjangkau lagi oleh orang-orang bawah. Sepatu kualitas terbaik, bola hasil teknologi tercanggih, dan kaos dengan kenyamanan terapik yang digunakan dalam pertandingan profesional, jelas jauh dari jangkauan orang-orang biasa. Lebih dari itu, sepak bola profesional – sebagaimana keterangan di atas – telah menjelma menjadi kekuatan super yang menghegemoni. Dan kekuatan besar ini tidak hanya mencengkeram para pemain, tetapi juga terhadap mereka yang bisanya cuma menyaksikan sepak bola sebagai penonton.

Sepak bola sebagai industri dan permainan telah menancapkan pengaruhnya pada kehidupan kita. Ia telah menjadi bagian dari kita, bahkan mereka yang tidak suka dengan sepak bola sekalipun. Lihatlah banyaknya penduduk Afsel yang harus ‘mengungsi’ ke negara tetangga gara-gara tidak suka dengan banyaknya orang yang datang ke negerinya untuk menyaksikan bola. Banyak dari kita juga harus begadang dan bangun di tengah malam, bukan untuk berdoa dan sembahyang, tetapi hanya untuk menyaksikan sebuah partai Liga Champion Eropa. Banyak pekerjaan kantor tidak terurus dengan baik lantaran pemangkunya kelelahan sehabis nonton bola. Bahkan banyak kantor kementerian dan BUMN yang sepi karena para pegawainya mengikuti atasan dan presidennya yang begadang nonton Piala Dunia. Semua itu menunjukkan berkurangnya produktifitas gara-gara industri sepak bola.

Dari segi ekonomi, hegemoni sepak bola juga tidak kalah kuatnya. Sangat sering kita terbebani biaya besar untuk sesuatu yang sebenarnya bukan keperluan kita, tetapi tiba-tiba menjadi kebutuhan wajib hanya gara-gara kesukaan kita terhadap bola. Banyak dari kita rela untuk membayar mahal harga sebuah tiket demi untuk menyaksikan pertandingan yang kita sukai. Bahkan beberapa harus sampai terbang ke luar negeri untuk menyaksikannya secara langsung. Kalangan berduit juga tidak segan-segan untuk mengeluarkan pengeluaran tambahan untuk berlangganan saluran berbayar demi menyaksikan klub dan liga kesayangannya. Tidak hanya itu, kaos sepak bola, baik yang tiruan sampai yang asli dan edisi terbatas, juga telah memasuki rak-rak almari kita. Banyak dari mereka yang mamakai kaos bertuliskan pemain bintang juga berperilaku layaknya pemain pujaannya itu. Souvenir dan pernak-pernik klub juga laris menjadi komuditas kita. Bahkan mereka dengan senang hati dan tanpa dibayar rela untuk mengiklankan sebuah merek tertentu yang menjadi sponsor klub yang tertulis di kaos mereka.

Sama-sama sebagai objek dari kekuatan besar sebuah industri sepak bola, derajat para penonton berada di bawah para pemain. Meskipun sebagai objek, setidaknya para pemain telah ikut menikmati dan mendapatkan hasil dari industri ini. Tapi tidak dengan penonton. Di samping tidak mendapatkan apa-apa selain kepuasan, mereka juga harus mengeluarkan banyak biaya untuk menyaksikan industri besar ini, sebagaimana di atas. Mereka hanya bisa menyaksikan para pemain menerima gaji milyaran rupiah tiap pekannya, berpacaran dengan para artis ternama, membeli apartemen mewah nan mahal, menjadi bintang iklan merek ternama, memiliki tubuh ideal yang selalu diidam-idamkan, dan selalu dipuja-puji di mana-mana. Mereka hanya bisa menyaksikan harga transfer para pemain yang rebutan untuk memecahkan rekor, keuntungan trilyunan rupiah masing-masing klub tiap tahunnya, dan pembangunan stadion-stadion baru yang megah. Sekali lagi mereka hanya bisa menyaksikan itu semua, tanpa menyadari bahwa uang yang digunakan untuk semua itu adalah uang mereka sendiri, para penonton itu.

Benar, sepak bola adalah olah raga yang menyehatkan. Sedikit menyehatkan untuk para pemain, selebihnya dan yang terbanyak adalah menyehatkan para pemilik modal yang bermain di industri ini. Untuk penonton, tidak ada apa-apa bagi mereka, kecuali sedikit kepuasan batin, dan itupun kalau klub jagoannya menang. Wallahu a’lamu bi al-shawab.

Jakarta, 6 Agustus 2010

Wednesday, August 4, 2010

Puisi

bukan puisi

ini bukan puisi
tapi ungkapan hati
ini bukan gombalan
tapi kenyataan
ini bukan gurauan
tapi tentang perasaan

apa kau tidak bisa membedakan
mana bualan dan sungguhan
mana kepura-puraan dan ketulusan
mana yang palsu dan yang tulus merindu

lihatlah goresan-goresanku
mudah dicerna tanpa metafora
tidak rumit dan apa adanya
berbeda dari kisah teman-teman dan diary-mu yang lama

ini tulisan biasa
tapi mengalir dari dalam jiwa
untuk kekasih yang bisa merasa


******



semoga sama


tanpa beban
tanpa pikiran
itu yang kelihatan

biarkan semua berjalan
biarkan takdir menentukan
itu yang kau ucapkan

semoga itu hanya gurauan
semoga luar dan dalam berkebalikan
semoga kau sungguh-sungguh mengusahakan
sebagaimana aku perjuangkan

[2 agustus 2010]


*****


ada kamu


berjajar mata
saling mengintip
saling mengerdip
kepadaku
aku berlalu
gak menoleh
gak peduli
karena ada kamu
di sana
tapi juga disini
di dada

[2 agustus 2010]


*****


tujuh hari yang lalu


pada malam ini
tepat tujuh hari yang lalu
aku tidur di gerbong kereta
dengan rasa rindu yang sangat
untuk segera dapat bertemu
dan memandangmu

pada malam ini
tepat tujuh hari yang lalu
mentari dan pagi terasa malas untuk segera membuka wktu

pada hari ini
tepat tujuh hari yang lalu
begitu cepat pertemuan itu
dan kau segera brlalu

tapi penuh drama dan liku

pada malam ini
tujuh hari setelah prtemuan itu
tatapan mata dan hembusan nafasmu
tidak juga hilang dari memoriku

aku tidak tau
apa kau juga seperti aku

[1 agustus 2010]



*****


mau kemana


tujuh bulan sudah kita ikrar untuk bersama
perjalanan yang tidak sebentar dari sebuah masa
cukup lama untuk hanya sekedar mainan lidah dan kata
siapa tau jodoh menghampiri kita
begitu kau berucap
karena dari awal aku sudah yakin dgn engkau
bgtu kataku mantap
ibarat kandungan, sdh wktnya ini diruwat
tapi dgn apa?
dan mau ke mana?
tinggal dirimu yang bisa menjawabnya
karena aku dari dulu masih sama
tetap yakin n prcaya
dan kau dapat memegangnya

[1 agustus 2010]