Monday, July 20, 2009

Ibrahim dalam Dua Kitab Suci

Banyak orang menyebut Abraham sebagai bapak agama monoteis. Ia diklaim sebagai nenek moyang tiga agama besar di dunia saat ini, Yahudi, Kristen, dan Islam. Tapi, benarkah memang Abraham seperti yang digambarkan itu? Yang jelas, terdapat beberapa perbedan dari ketiga agama tersebut dalam memandang dan menggambarkan sosok Abraham ini.

Dalam al Quran, tokoh Abraham disebut setidaknya 25 kali dalam surat yang berbeda-beda. Meski frekuensinya cukup banyak, ia masih kalah dari tokoh Musa dalam frekuensi penyebutannya. Di samping itu, kisah Abraham dalam al Quran ini juga tidak sedetail yang ada dalam kitab Kejadian. Dalam kitab yang terakhir ini, Abraham dikisahkan dengan jauh lebih lengkap, mulai dari kehidupannya di Mesopotamia, lalu kepergiannya ke Mesir, hingga ketika ia kembali lagi ke Kanaan.

Tokoh Abraham dalam al Quran tidaklah berbeda dari tokoh-tokoh sebelumnya, seperti Nuh, maupun tokoh-tokoh sesudahnya, seperti Ishmael, Ishak, Yakub, Yusuf, Musa, dll., yaitu seorang nabi yang memperoleh wahyu dari Allah untuk disampaikan kepada komunitasnya. Al Quran tidak membeda-bedakan satu di antara mereka semua. Dan wahyu yang diterima oleh Muhammad adalah wahyu yang sama dengan yang telah diterima oleh nabi-nabi sebelumnya. Dalam Kejadian, Abraham adalah tokoh yang mengadakan perjanjian dengan Tuhan, dimana Tuhan berjanji akan memberikan kepadanya tanah, keturunan, dan berkat. Ia adalah tokoh yang mengadakan perjanjian dan itu menjadi pegangan bagi keturunannya untuk terus mematuhi perjanjian ini. Maka hubungannya dengan orang-orang setelahnya adalah dalam kerangka perjanjian ini.

Memang ia memiliki hubungan istimewa dengan Tuhannya, tetapi hubungan itu dalam al Quran lebih merupakan hubungan keimanan. Karena itu “Abraham bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Kristen, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri, dan sekali kali dia bukan seorang yang musyrik.” (3:67) Hal ini jelas karena Abraham hidup sebelum agama Yahudi dan Kristen muncul. Maka tidak ada afiliasi dari Abraham terhadap kedua agama tersebut. Dia ditampilkan sebagai orang pertama yang beriman secara benar, penganut monoteisme yang konsisten, dan prototipe seorang muslim. Karena itu al Quran memberi kesan negatif kepada para pemeluk Yahudi dan Kristen yang ia sebut dengan Ahli Kitab. Di satu sisi mereka adalah orang-orang yang istimewa karena Tuhan telah menurunkan wahyu kepada mereka. Namun di sisi lain, mereka adalah orang-orang yang mendustakan wahyu Ilahi ini sendiri.

Sebagai seorang yang menganut monoteisme murni, Abraham adalah seorang hanif, orang yang lurus. Dan karena itu ia adalah orang yang memiliki kualitas moral dan spiritual yang tinggi. Ia juga disebut sebagai kekasih Allah. Karena itu ia sama sekali tidak melakukan syirik, lawan dari hanif, yaitu menyamakan-Nya dengan sesuatu selain-Nya. Maka perbedaan agama Muhammad hanyalah pada penekanannya terhadap monoteisme murni dari agama Abraham.

Semua Nabi dalam Islam adalah penerus agama Abraham ini. Di samping sebagai hanif dan muslim, dalam al Quran Abraham juga digambarkan sebagai seorang yang bersyukur kepada Tuhannya. Karena itu jelas, fungsi Abraham dalam al Quran adalah sebagai model orang beriman, seorang prototipe bagi Muhammad dan para penganutnya. Setiap orang harus berusaha agar seperti Abraham yang hanif dan tidak syirik. “Sungguh, ada model yang bagus bagimu dalam diri Abraham.” (60:4)

Jika Abraham ditampilkan seperti itu dalam al Quran, tidak demikian tampilannya dalam Kejadian, meski ada beberapa kesamaan juga. Yang di antara kesamaan itu adalah dalam Kej. 18-19 dan surat 11:69-82. Keduanya menampilkan Abraham sebagai orang yang menerima para utusan Tuhan yang menyampaikan kabar bahwa istrinya akan memiliki anak, dan hal ini direspon oleh istrinya dengan tersenyum. Mereka juga megabarkan bahwa mereka akan mengunjungi Lot untuk mengabarinya tentang kehancuran negerinya, agar Lot dapat menyelamatkan diri bersama keluarganya.

Meski begitu, keduanya, al Quran dan Kejadian, tidak sama dalam beberapa detailnya. Perbedaan itu jelas dalam dua hal berikut: isi wahyu dan bentuk respon terhadap wahyu. Dalam Kej. 17 Allah telah menetapkan Ishak sebagai anak Abraham yang terpilih untuk melanjutkan perjanjian dengan-Nya, meski sudah ada Ishmael sebagai anak sulung. Hal ini berbeda dengan yang ada dalam al Quran. Ketika memberi kabar kepada Sarah akan kelahiran anaknya, para utusan tidak menghubungkan anak tersebut dengan sebuah perjanjian. Tidak ada anak terpilih, karena, seturut al Quran, Allah tidak menunjuk orang secara khusus, akan tetapi mengajak semua orang untuk berserah diri dan membangun hubungan yang khusus dengan Tuhan. Dalam al Quran, kata perjanjian yang ada dalam Perjanjian Lama diganti dengan “berita baik”. Dan berita baik inilah yang dibawa oleh para utusan. Oleh karena itu penekanannya adalah pada kekuatan dan otoritatifnya sifat ketuhanan, sedangkan penerimanya adalah manusia individual yang harus meresponnya dengan segera serta dengan kepercayaan penuh.

Terkait dengan akan dihancurkannya negeri Lot, dalam Kejadian digambarkan terjadinya pertemuan antara Abraham dan Tuhan. Di situ Tuhan mempertimbangkan apakan Ia akan memberitahukan rencana-Nya untuk menghukum kaum Lot kepada Abraham ataukah tidak. Tuhan akhirnaya memberitahukan hal itu kepada Abraham dengan alasan keterkaitan peristiwa ini dengan perjanjian, serta status Abraham sebagai seorang yang terpilih. Tidak hanya itu, di sana terjadi tawar menawar antara Tuhan dan Abraham perihal jumlah orang yang akan dibinasakan. Dan hal semacam ini tidak terdapat dalam al Quran.

Dalam merespon wahyu Ilahi, tokoh-tokoh dalam Kejadian menunjukkan sikap yang resisten. Abraham melakukan tawar menawar dengan Tuhan tentang kehancuran kaum Lot, Sarah mempertanyakan kehamilannya di waktu tua serta menyangkal kalau ia telah tertawa terhadap pesan Ilahi. Demikian juga dengan Lot yang memaksa tamunya untuk bermalam di rumahnya dan kelihatan enggan untuk berangkat dari daerahnya. Kejadian menggambarkan dengan negatif respon manusia terhadap pesan Ilahi dan sikap mereka terhadap Tuhan. Hal itu berbeda dengan penggambaran al Quran. Dalam al Quran, perintah Tuhan diikuti dengan segera dan manaatinya. Abraham digambarkan hanya mengucapkan satu kata, selamat/salam, terhadap perintah itu. Abraham juga digambarkan memiliki karakter yang mengagumkan: penyantun, pengiba, suka kembali kepada Allah. Hal ini berbeda dengan yang ada dalam Kejadian yang menggambarkannya sebagai seorang yang agresif. Demikian juga dengan Sarah dan Lot. Keduanya dalam al Quran tidak melakukakn resistensi maupun meragukan pesan Ilahi. Semua melakukan perintah itu dengan taat.

Dengan demikian jelas, para nabi dan tokoh utama dalam Kejadian digambarkan dengan buruk, melawan Tuhan, dan melakukan dosa. Hal ini tidak terjadi dalam al Quran yang menggambarkan mereka sebagai orang suci, pemberi peringatan kepada kaumnya, serta menjadi contoh ideal seorang yang beriman. Kepada merekalah orang yang mengaku beriman harus meniru dalam penyerahan dirinya secara total kepada Tuhan.



No comments: